Sunday, July 23, 2017

Kisah Inspiratif, Hijab dan Komitmen By Utul Azkiya

Assalamualaikum sahabat hijabers, admin dapat kiriman hijab story nih dari saudari hijabers kita, ukhtina Utul Azkiya. Kita simak yuk perjalanan hijabnya. Selamat membaca ya :)





Dulu, aku adalah gadis desa yang sejak usia 2 tahun tinggal dan di asuh oleh nenek. Kedua orang tuaku berada di kota, mereka bekerja mencari penghidupan demi kelangsungan hidup kami bersama. Walaupun demikian, aku tak merasakan kekurangan kasih sayang karena nenek sangat memperhatikanku. Orang tuapun seringkali menjenguk dan tetap memberikan materi yang cukup untuk sekolah dan keperluan lainnya.

Kehidupan desa yang serba sederhana; jauh dari keramaian, makan seadanya, dan berpergian dengan berjalan kaki menjadi hal yang biasa. Sedari SD aku sudah di didik untuk mandiri, mencuci baju, mengepel lantai rumah yang masih di balur dengan semen, menggosok baju, dan lain-lain. Ini bukan berarti nenekku tak menyayangiku, tapi justru sebaliknya. Manfaatnya mulai terasa saat aku mulai dewasa.
Masyaa Allah, jika aku mengingat kisah ini, betapa hidup ini memang untuk berjuang. 
Aku merasakan bagaimana rasanya tinggal di rumah yang masih menggunakan bilik, masih beralaskan tanah. Jika hujan deras datanglah banjir yang tingginya bisa selutut orang dewasa membuat kami mengungsi di masjid dan pulang untuk membersihkan lumpur ketika banjir sudah surut. Sementara setiap sore, aku mencari ranting untuk bahan bakar memasak di tungku. Masyaa Allah, jika aku mengingat kisah ini, betapa hidup ini memang untuk berjuang.

Kelulusan SMP membawaku pada kegalauan yang maha dahsyat. Terbesit keinginan hijrah ke kota. Aku ingin tinggal dan sekolah bersama orangtua. Hati kecil bergumam, "kapan aku tinggal bersama orangtua jikalau sejak kecil, TK, SD, SMP, SMA, bahkan jika kuliah nanti kuhabiskan di desa? Kemudian menikah dan tinggal bersama suami?"

Tapi sungguh aku hanya ingin berkumpul menikmati hangatnya kebersamaan keluarga. Aku yakin jika orang lain ada di posisiku saat itu, pastilah juga mereka merindukan orang tuanya. Lalu bagaimana dengan nenekku? Apakah aku akan tega meninggalkannya setelah sekian lama ia merawatku?

Tapi, ya Allah, sungguh bukan itu niatku. Pergulatan batin sempat terjadi, siapa yang akan memperhatikannya lagi? Siapa yang menemaninya tidur? Siapa yang membatunya? Dzhalimkah aku Yaa Allah? Egoiskah aku? Lalu aku harus bagaimana?

Lambat laun nenek mengetahui keinginanku, nenek sedih luar biasa, aku melihatnya menangis, sungguh tak tega, hatiku bagaikan teriris-iris, pedih.

Berhari-hari aku pun menangis memikirkan hal ini, tangis itu semakin menjadi-jadi kala malam tiba disaat aku sendiri. Hatiku kelu, kaku, dan beku, tak tahu bagaimana menguasai perasaanku sendiri, namun tekad hatiku begitu bulat untuk hijrah.

Kutawarkan nenek tinggal dan hidup bersama kami di kota, namun nenek menolak. Aku coba komunikasikan hal ini kepada orangtua, mereka menyetujui dengan syarat nenek ada yang menemani. Akhirnya, keponakanku Angga dan Anggun berkenan untuk itu.

Dengan berat hati nenek melepas kepergianku, aku pun demikian, ada pertentangan dalam batinku yang bergejolak, terus pergi atau tetap tinggal. Aku janji, aku janji pergi untuk menuntut ilmu, aku janji tidak ingin mengecewakan nenek ku lagi. Aku sangat menyayanginya.

Nenekku adalah pendekar untukku, ia wanita yang tangguh, tak kenal lelah, tak mudah mengeluh. Aku berjanji akan tetap memperhatikan keadaannya meskipun via telepon dan aku akan datang kembali saat libur sekolah dan hari raya, aku janji, mudahkanlah Ya Allah.

(Bersambung)




Apakah kamu punya cerita inspiratif seputar hijab (hijab story, jodoh, pernikahan)? Atau punya tips tentang hijab (fashion, kecantikan, atau tutorial hijab)? Ayo kirimkan ke email redaksi: infohijabersindonesia@gmail.com
 sertakan juga biodata singkat kamu ya :) ditunggu !!!


EmoticonEmoticon